Merelakan.
Kali ini, ada yang sedang mengganjal di pikiran sampai
akhirnya harus kutulis menjadi sebuah tulisan. Kali ini, benar – benar jauh
dari keinginan, tapi harus kulakukan untuk memberi tau apa yang sedang saya rasakan.
Jadi begini, kawan.
Seperti judul yang dijadikan sebagai awalan dalam
tulisan kali ini, saya ingin menceritakan sebuah kejadian yang melibatkan
sebuah perasaan. Juga ingin berbagi tentang pemahaman saya tentang sebuah arti
merelakan.
Sebenarnya, merelakan itu suatu hal yang sulit kujabarkan.
Sulit untuk dilakukan dan hanya bisa terjadi di dalam ucapan. Karena merelakan
memang hal tersulit dalam sebuah perasaan.
Tapi ...
Saya hanya ingin meluruskan, bahwasannya merelakan itu
memang perlu dilakukan. Bukan memaksa perasaanmu mati, tapi setidaknya kamu
harus belajar secara perlahan. Karena bagaimanapun perasaan itu tumbuh dengan
cepatnya, kamu harus tau ada sesuatu hal yang tak bisa kau lakukan walaupun
sudah diusahakan. Mau bagaimana pun usahanya, mau seperti apa caranya, mau
sebesar apa tumbuhnya perasaan itu, jika memang itu bukan tertuju padanya, lalu
untuk apa kau masih memaksakan?
Bukannya jauh lebih baik jika bisa merelakan?
Walaupun sulit untuk dilakukan, sakit jika dirasakan,
tapi itu akan jauh lebih melegakan.
Lagipula, apa gunanya mempertahankan jika dia tak
mempunyai perasaan?
Lebih baik sakit duluan daripada harus menerima
kenyataan yang membuat sakitmu lebih dari yang bisa kau dapatkan ketika
terlambat untuk merelakan.
Karena mau sekarang ataupun seribu tahun lagi, jika
itu memang tak ditakdirkan untukmu, yang harus kamu lakukan akan sama, yaitu
merelakan.
Jadi apa masih ingin bertahan sambil menahan kesakitan
yang akan jauh lebih menyakitkan atau merelakan agar hatimu bisa dilegakan?
“Jangan terfokus oleh
satu orang saja, kawan. Yang perlu kau lakukan sekarang adalah merelakan.
Karena jika dia sudah menyuruhmu berhenti mempertahankan kenapa kamu masih
kekeuh dengan hal yang sebenarnya sudah menjadi suatu keputusan?”
myself.
18:43
Komentar
Posting Komentar